عن أبي ذرٍّ، قال: قال لي رسول الله – صلى الله عليه وسلم -:«يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي، لَا تَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ، وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ»
Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku : ((Sesungguhnya aku melihatmu lemah, dan mengingkan kebaikan bagimu kebaikan yang aku sukai untuk diriku. Janganlag engkau memimpin dua orang, dan janganlah engkau mengurusi harta anak yatim)) (HR Muslim)
Tidak diragukan lagi akan kuatnya iman Abu Dzar dan betapa zuhudnya beliau. Akan tetapi beliau lemah dalam “kepemimpinan” dan idaroh.
Karenanya kepemimpinan butuh ilmu dan kekuatan dalam memimpin. Ada sabagian ustadz yg masya Allah hebat dalam ilmu dan kepemimpinan. Namun ada juga ustadz yg kuat ilmu namun lemah dalam idaroh/managemen.
Meski banyak ustadz punya jiwa kepemimpinan, akan tetapi jiwa dan semangat memimpin saja tdk cukup, perlu juga jago dalam pengaturan. Banyak orang jago dalam teori tapi praktik belum tentu bisa.
Wallahu a’lam.
Ustadz Tidak Harus Jadi Mudir/Pimpinan
Jumat, 18 November 2016
Artikel asli: https://firanda.com/1678-ustadz-tidak-harus-jadi-mudir-pimpinan.html